Onde-onde adalah sejenis kue jajanan pasar yang populer di Indonesia. Kue ini sangat terkenal di daerah Mojokerto yang disebut sebagai kota onde-onde sejak zaman Majapahit. Onde-onde dapat ditemukan di pasar tradisional maupun dijual di PKL. Onde-onde juga populer khususnya di daerah Pecinan, baik di Indonesia maupun luar negeri.
Onde-onde terbuat dari tepung terigu ataupun tepung ketan yang digoreng atau direbus dan permukaannya ditaburi/dibalur dengan biji wijen. Terdapat bermacam-macam variasi, yang paling dikenal adalah onde-onde yang terbuat dari tepung ketan dan di dalamnya diisi pasta kacang hijau. Variasi lain hanya dibuat dari tepung terigu dan diberi warna pada permukaannya seperti putih, merah, atau hijau yang dikenal sebagai onde-onde gandum, yang merupakan onde-onde khas dari kota Mojokerto.
Kue onde-onde atau biasa disebut onde-onde adalah kue yang terbuat dari tepung terigu atau tepung ketan, dibentuk bulat menyerupai bola ping pong dimana di dalamnya biasanya diisi pasta kacang hijau atau gula merah, dan permukaannya dibaluri wijen. Di Indonesia, saking populernya, onde-onde dapat dengan mudah dijumpai di pasar-pasar atau pedagang kaki lima. Karena kepopulerannya. tidak sedikit orang yang mengira bahwa onde-onde adalah kue asli Indonesia. Benarkah demikian?
Sama seperti sebagian orang Indonesia yang tidak menaruh perhatian terhadap asal-asul onde-onde, awalnya saya juga bersikap serupa. Tapi perjumpaan saya dengan onde-onde di banyak pasar tradisional. pedagang kaki lima ataupun hotel berbintang di berbagai kota di Tiongkok mengusik keingintahuan saya untuk mengetahui asal muasal onde-onde. Sejak kapan onde-onde hadir di Tiongkok dan apakah onde-onde tersebut ada kaitannya dengan onde-onde di Indonesia?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, salah satu cara adalah dengan menyusuri jejak onde-onde di Google. Namun demikian ternyata tidak mudah karena tidak banyak tulisan yang secara jelas menerangkan sejarah onde-onde. Dari yang sedikit itu diketahui bahwa konon onde-onde memang berasal dari Tiongkok. Onde-onde dibuat pertama kali pada masa Kekaisaran dari Dinasti Zhou (1045-256 SM) alias lebih dari 2300 tahun lalu. Pembuatnya adalah dua orang tukang masak kerajaan yang membuat onde-onde sebagai makanan yang diperuntukkan para para tukang kayu dan batu yang pada saat itu sedang bekerja membangun istana kaisar. Makanan tersebut terbuat dari gandum dan warnanya merah putih serta berasa manis yang melambangkan keselamatan dan kebersamaan.
Sementara sebuah tulisan di Wikipedia menyebutkan bahwa onde-onde berasal dari masa sekitar 1500 tahun lalu, pada masa kekaisaran Dinasti Tang (600-900M). Keberadaan onde-onde pada masa ini sempat dituliskan dalam sebuah karya seorang sastrawan Tiongkok Wang Fanzhi yang hidup pada sekitar abad ke-7 M. Disebutkan bahwa pada saat itu merupakan salah satu makanan istana kekaisaran di Chang’an dan dikenal dengan sebutanludeui.
Penyebutan onde-onde (Jian Dui dalam bahasa Mandarin) sendiri di Tiongkok ternyata berbeda-beda, tergantung pada daerah dan latar belakang budaya. Di kawasan utara Tiongkok, onde-onde dikenal sebagai matuan, di timur laut disebut sebagai ma yuan dan di Hainan sebagai jen dai.
Dalam perkembangannya dan seiring migrasi warga Tiongkok ke berbagai kawasan, onde-onde menyebar ke selatan, bahkan akhirnya berkembang luas hingga Asia Timur dan Tenggara. Sehingga tidak mengherankan jika onde-onde sekarang mudah dijumpai dan dikenal di berbagai negara ASEAN seperti Indonesia, Vietnam, Filipina dan Malaysia.
Di Indonesia sendiri, onde-onde konon sudah dikenal sejak jaman kerajaan Majapahit (1300-1500M) dimana salah satu kotanya, Mojokerto, konon dikenal juga sebagai kota onde - onde. Dan kalau kita melihat tahun - tahun keberadaan kekasisaran Dinasti Tang dan kerajaan Majapahit, maka dengan dengan mudah kita bisa menebak bahwa onde-onde memang dibawa oleh orang-orang Tiongkok yang berkunjung ke Majapahit pada masa itu, salah satunya adalah Laksamana Zheng He atau Cheng Ho dari masa kekaisaran Dinasti Ming (1368-1644).
Jika pada awalnya onde-onde diperuntukkan bagi para pekerja yang sedang membangun istana kekaisara dan kemudian menjadi kue istana, maka dalam dalam perkembangannya, onde-onde pun dikenal sebagai salah satu kue yang disajikan dalam perayaan Tahun Baru China. Dalam perayaan tahun baru China ini, onde-onde memiliki makna khusus. Bentuk onde-onde yang bulat dan permukaan berwarna kekuningan (karena dilaburi wijen) melambangkan suatu keberuntungan. Sementara bentuk onde-onde yang mekar saat digoreng melambangkan harapan mengenai perkembangan usaha yang dilakukan.
Lalu bagaimana rasa onde-onde di Tiongkok saat ini? Dari onde-onde yang saya beli di pasar-pasar di Beijing, sebenarnya tidak beda dengan onde-onde yang biasa kita jumpai di Indonesia. Hanya saja umumnya onde-onde disini hanya berisi satu macam saja yaitu pasta gula merah yang berwarna coklat. Sementara onde-onde di Indonesia isinya lebih bervariatif, mulai dari kacang hijau hingga keju. Tapi meski beda isi, kulit onde-onde sama saja, sama-sama kenyal dan agak agak kering ketika dimakan panas-panas.Sangat pas untuk teman minum teh hangat.
Demikian sedikit cerita ringan tentang onde-onde di akhir pekan. Semoga akhir pekan anda lebih menyenangkan, apalagi jika ditemani onde-onde dan secangkir teh hangat di meja.
Sejarah onde-onde dapat ditelusuri di Tiongkok saat zaman dinasti Tang, di mana makanan ini menjadi kue resmi daerah Changan (sekarang Xian) yang disebut ludeui(碌堆). Makanan ini kemudian dibawa oleh pendatang sana menuju ke daerah selatanCina, lalu berkembang luas hingga daerah-daerah Asia timur dan tenggara.
Onde-onde/jin deui di daerah Cina utara disebut matuan (麻糰), di daerah timur laut Cina disebut ma yuan (麻圆), dan di Hainan yang disebut jen dai (珍袋). Jin deui terkadang dapat disebut sebagai zhimaqiu (芝麻球) yang diartikan sebagai bola wijen dalam bahasa Inggris. di Malaysia dikenal dengan nama Kuih Bom, sementara di Indonesia disebut Onde-Onde. Untuk isian selain kacang hijau bisa digunakan pasta Kacang Merah ataupun Unti Kelapa.
Resep ini dijamin deh hasilnya crunchy, ngembang, dan gurih. Oiah ternyata onde-onde juga termasuk varian dimsum looh.
Onde-onde terbuat dari tepung terigu ataupun tepung ketan yang digoreng atau direbus dan permukaannya ditaburi/dibalur dengan biji wijen. Terdapat bermacam-macam variasi, yang paling dikenal adalah onde-onde yang terbuat dari tepung ketan dan di dalamnya diisi pasta kacang hijau. Variasi lain hanya dibuat dari tepung terigu dan diberi warna pada permukaannya seperti putih, merah, atau hijau yang dikenal sebagai onde-onde gandum, yang merupakan onde-onde sebagai ciri khas Kota Mojosari dan Mojokerto.
Sejarah onde-onde sebetulnya sudah ada sejak zaman dinasti Tang di China dan menjadi kue resmi daerah Changan/Xian. Sebagian besar pedagang dan pendatang dari China membawa makanan tradisional ini ke wilayah China bagian selatan hingga ke Asia selatan. Sebutan kue ini bermacam-macam, di Cina utara disebuat matuan, di Cina timur disebut ma yuan, dan di daerah Hainan disebut jen dai. Adapula yang menyebut kue ini dengan zhimaqiu yang artinya bola wijen.
Onde-onde disebut sebagai kuih bom di negara tetangga. Kuih bom biasanya berisi parutan kelapa manis atau kacang dan variasi pasta kacang merah. Di Vietnam, makanan ini dikenal sebagai banh cam di daerah Vietnam selatan dan banh ran di daerah Vietnam utara. Beda dengan banh cam, Banh ran diberi pengharum bunga melati dan biasanya isinya lebih kering dari onde-onde lainnya. Isinya dapat berupa pasta kacang hijau manis bahkan kadang-kadang juga diisi dengan daging cincang, bihun dan ubi, jamur, dan bahan makanan khas Vietnam lainnya. Masyarakat setempat biasanya menyajikan kue ini dengan paduan sayur dan saus celup.
Nah, sejarah membuktikan bahwa onde-onde merupakan penganan khas rakyat Asia, jadi sebagai warga Mojosari dan Mojokerto layak bangga dan tidak hanya menempatkan jajanan ini sebagai jajan pasar. Namun, perlu hati-hati juga dalam mengkonsumsi onde-onde ini, pilihlah kue onde-onde yang baru dan bersih agar tidak memberikan efek negatif pada perut.
BAGI masyarakat Solo, nama onde-onde tentunya sudah tak lagi asing. Selain mudah ditemukan, dan harganya terjangkau, rasa penganan yang berbahan baku wijen dan beras ketan serta berbentuk bulat ini juga sangat khas. Namun siapa sangka, dibalik keunikan bentuk dan cita rasanya, ternyata bagi kepercayaan Tiongkok kuno, onde-onde merupakan hidangan favorit bagi para dewa.
Seperti yang diungkapkan Aang Kwan, salah seorang koki kuliner masakan oriental di wilayah Solo. Aang mengatakan, sebenarnya onde-onde bukanlah penganan biasa. Karena di jaman Tiongkok kuno, onde-onde hanya disajikan menjelang perayaan Cap Go Meh, atau hari besar adat Tionghoa lainnya. Berbeda dengan sekarang, dimana onde-onde hanya terkesan dari bagian jajanan pasar saja.
“Ya jaman memang telah berubah. Tapi karena kelezatannya itu pulalah, yang menyebabkan onde-onde begitu sangat digemari hingga sekarang,” ucap Aang.
Sejarah onde-onde sendiri bermula dari kisah kaisar Tse di zaman dinasti Zhou (1045 -256 SM). Saat itu sang kaisar sedang sangat sibuk membangun istana barunya, sehingga melupakan kebutuhan dapur. Padahal disitu, dirinya membutuhkan banyak pasokan makanan, untuk dikonsumsi para pekerja istana. Berkali-kali juru masak istana mengingatkan kaisar, jika bumbu dan bahan makanan di dapur habis.
Sejarah onde-onde sendiri bermula dari kisah kaisar Tse di zaman dinasti Zhou (1045 -256 SM). Saat itu sang kaisar sedang sangat sibuk membangun istana barunya, sehingga melupakan kebutuhan dapur. Padahal disitu, dirinya membutuhkan banyak pasokan makanan, untuk dikonsumsi para pekerja istana. Berkali-kali juru masak istana mengingatkan kaisar, jika bumbu dan bahan makanan di dapur habis.
“Namun sang kaisar justru mengatakan jika itu bukan kebutuhan pokok. Karena anggaran belanja istana, semua dicurahkan untuk bahan bangunan,” kata Aang.
Akibatnya juru masak istana pun menjadi marah, dan mengurangi jumlah sesajian bagi dewa dapur. Sayur, beras, dan daging yang harusnya untuk persembahan dewa dapur, dimasaknya untuk memberi makan para pekerja istana. Akibatnya bisa ditebak. Zao Wang Ye sang dewa dapur murka, dan menemui kaisar.
“Di situ dewa dapur mengancam akan melapor ke kaisar langit, dan memberi kutukan bagi kaisar Tse jika tidak menebus kesalahannya. Diancam dewa dapur, kaisar pun ketakutan,” papar Aang.
Akhirnya dewa dapur mau sedikit reda marahnya, setelah kaisar berjanji akan memberikan sajian kue terlezat bagi dewa dapur. Dari situlah tercipta ide, untuk membuat kue dari bahan baku yang murah, lezat dan mudah dibuat. Koki istana pun meramu beras ketan, gandum, gula, kacang hijau, dan wijen menjadi satu adonan.
“Kemudian terciptalah onde-onde, yang rasanya lezat namun lengket jika dimakan,” beber Aang.
Setelah matang, onde-onde pun disajikan kepada dewa dapur. Ternyata dewa dapur sangat menyukai onde-onde, dan menyantapnya tanpa henti. Akibatnya mulut sang dewa dapur menjadi lengket, dan akhirnya mengurungkan niatnya untuk melapor ke kaisar langit, atas kesalahan yang telah dilakukan kaisar Tse.
“Sejak itulah, onde-onde menjadi hidangan wajib untuk menyuap dewa dapur, sehingga tidak melaporkan kejahatan yang dibuat manusia kepada kaisar langit. Tak hanya onde-onde, biasanya sesaji juga dilengkapi makanan dan minuman lain, yang kurang lebih berbahan sama dengan onde-onde,” tandas Aang.
Setiap bulan Desember pada sekitar tanggal 21 atau 22, masyarakat Tionghoa secara tradisi merayakan hari festival Dongzhi (冬至) / Tang-cheh (冬節) / Tōji (冬至) / Dongji (동지) / Đông Chí yang berarti Musim Dingin Yang Ekstrem. Dan pada perayaan tersebut mereka memakan makanan yang di masyarakat keturunan etnis Tionghoa di Indonesia sering disebut dengan Onde atau Ronde. Sebuah jenis makanan yang terbuat dari tepung ketan dibentuk bulat besar atau kecil yang disajikan di dalam kuah yang terbuat dari air dan gula. Makanan Onde atau Ronde tersebut di negeri asalnya, Tiongkok, bernama Tāngyuán (Kue Bola Ketan) atau Yuanxiao atau Tangtuan.
Mengapa Onde berbentuk bulat?
Secara tradisi, perayaan Dongzhi atau Tang-cheh merupakan sebuah perayaan untuk berkumpul bersama keluarga di musim dingin di Tiongkok. Kembali berkumpulnya anggota keluarga atau reuni dengan makan onde bersama dengan menggunakan mangkuk di meja bundar menjadi tradisi perayaan tersebut. Reuni dan kebersamaan inilah yang disimbolkan oleh bentuk bulat (nampak bundar saat dilihat dari jauh) dari makanan Tangyuan atau Onde atau Ronde. Asal kata dari nama makanan Onde atau Ronde di Indonesia pun berasal dari kata “Ronde” dalam bahasa Belanda yang berarti bulat, sesuai dengan bentuk dari makanan tersebut.
Kebersamaan dan ikatan antar anggota keluarga tidak hanya disimbolkan dengan bentuk bulat dari Onde, tetapi juga dari sifatnya yang lengketnya karena terbuat dari tepung ketan. Diharapkan para anggota keluarga memiliki ikatan yang erat atau lengket satu sama dengan lain. Dan disajikannya Onde dalam kuah air gula memberikan simbol hubungan erat keluarga yang manis.
Makna lain dari bulatnya Onde juga dapat ditelusuri dari ajaran filsafat kuno Tiongkok mengenai Yin dan Yang, gelap dan terang. Setelah perayaan Dongzhi yang jatuh pada musim dingin disaat lebih banyak gelap dari pada terang dan energi negatif lebih banyak, maka musim akan berganti menjadi musim semi disaat terang lebih mendominasi dan energi positif lebih banyak. Filsafat ini disimbolkan oleh salah satu gambar pada Hexagram (Ba Gua / Pa Kwa / Pa Kua) dalam kitab I Ching yang disebut fù (復) yang berarti “Kembali”. Hal ini sesuai dengan bentuk bulat yang saat menelusurinya secara lurus dari satu titik maka akan kembali lagi ketitik semula.
Legenda
Menurut salah satu legenda, di Tiongkok pada masa Dinasti Han, hidup seorang gadis pelayan bernama Yuanxiao di Istana raja. Ia memiliki keahlian memasak bola-bola ketan (Tangyuan), dan hanya masakan inilah yang merupakan masakan terbaik yang dapat ia masak. Karena peraturan istana yang ketat, ia tidak bisa keluar istana untuk kembali menemui kedua orang tuanya. Karena ia sangat merindukan kedua orang tuanya, ia menangis sepanjang waktu, siang dan malam, bahkan ia berusaha untuk melakukan bunuh diri karena kerinduannya itu.
Kisah kehidupan Yuanxiao yang malang tersebut terdengar oleh seorang menteri kaisar yang menemuinya dan berjanji untuk menolongnya keluar istana. Menteri tersebut melaporkan peristiwa ini kepada sang kaisar. Tapi, peraturan istana adalah peraturan yang tidak bisa dilanggar oleh siapapun kecuali ia memiliki jasa besar yang pantas menerima hadiah dari sang kaisar. Sang menteri pun mencari cara agar dapat mengeluarkan Yuanxiao dari istana.
Saat itu sekitar sebulan menjelang tahun baru penanggalan Tionghoa (Imlek). Dan setiap bulan pertama tanggal 15 penanggalan Imlek (Cap Go Meh), sebuah festival besar dirayakan untuk berterima kasih kepada Kaisar Langit dengan memberikan persembahan makanan. Sebuah gagasan tebersit dalam kepala sang menteri. Ia mengusulkan kepada sang kaisar agar memerintahkan Yuanxiao untuk membuat bola-bola ketan (Tangyuan) yang lezat sebanyak mungkin untuk disajikan sebagai persembahan kepada langit dan dimakan oleh kalangan istana dalam festival tersebut sebagai syarat agar ia bisa keluar dari istana. Sang kaisar pun menyetujuinya.
Kemudian sang menteri menemui dan memberitahu Yuanxiao mengenai tugas yang diberikan oleh kaisar. Dengan senang hati Yuanxiao menerima tugas tersebut dan memulai pekerjaannya. Siang dan malam, seorang diri ia memulung adonan tepung ketan menjadi Onde atau Tangyuan, satu per satu.
Tiba pada waktunya menjelang festival tanggal 15, Yuanxiao pun akhirnya menyelesaikan tugasnya membuat Tangyuan sebanyak mungkin. Dan tiba saatnya untuk dipersembahkan kepada kaisar dan di altar persembahyangan. Kaisar mencicipi Onde atau Tangyuan yang dibuat oleh Yuanxiao, dan ia merasa senang dan puas akan masakan tersebut.
Dianggap berjasa karena menunaikan tugas dari kaisar dengan baik, Yuanxiao akhirnya mendapatkan izin untuk keluar istana untuk menemui kedua orang tuanya. Dan sejak saat itu kaisar memberi nama masakan dari tepung ketan (Onde / Tangyuan) tersebut dengan nama Yuanxiao dan festival tanggal 15 bulan pertama Imlek (Cap Go Meh) disebut juga dengan Festival Yuanxiao.
Sejarah
Tidak diketahui secara pasti awal dari munculnya makanan Onde / Tangyuan. Menurut catatan sejarah, Tangyuan sudah menjadi makanan ringan yang populer di Tiongkok sejak Dinasti Sung. Nama Tangyuan pun memiliki nama-nama lain. Pada era Yongle dari Dinasti Ming, nama resmi dari makanan ini adalah Yuanxiao (berasal dari Festival Yuanxiao), yang digunakan di Tiongkok utara. Nama ini secara harfiah berarti “malam pertama”, merupakan malam bulan purnama pertama setelah Tahun Baru Imlek yang selalu jatuh pada bulan baru.
Namun di Tiongkok selatan makanan ini disebut dengan mana tangyuanatau tangtuan. Menurut legenda, pada masa pemerintahan Yuan Shikai pada tahun 1912-1916, Yuan Shikai tidak menyukai nama yuanxiao (元宵) karena terdengar identik dengan “menghilangkan Yuan” (袁 消) , oleh karenanya ia memberikan perintah untuk mengubah namanya menjadi Tangyuan. Nama baru ini secara harfiah berarti “bola bundar dalam sup”. Tangtuan sama berarti “kue bola dalam sup”. Dalam dua dialek Tionghoa utama di perdalaman Tiongkok selatan, yaitu Hakka dan Kanton, “Tangyuan” diucapkan seperti tong rhen (Hakka) dan tong jyun (Kanton) . Istilah “tangtuan” (Hakka: tong ton, Kanton: tong tyun) sendiri tidaklah umum digunakan dalam dialek ini sebagaimana Tangyuan.
No comments:
Post a Comment